Tes cepat rapid test hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih menggunakan standar operasional yang diyakini oleh para ahli tenaga medis dan tidak berbahaya.
Pelaksanaannya justru akan membantu seseorang, orang lain, dan pemerintah untuk melakukan penelusuran kontak dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif COVID-19.Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan, menjalani rapid test antibodi juga bukan berarti dikarantina.
Baca juga :
Aksi WNA Belgia ini Bikin Geram Warga, Beruntung Tidak Sempat Diamuk Massa
Franky Hercules Angkat Bicara Soal Pistol di Video Viral Bareng Ketut Ismaya
Seseorang yang di_rapid test_ masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau non-reaktif.
“Menjalani Rapid Test, tidak sama dengan dikarantina,” kata Dokter Reisa di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (20/6/2020).
Dia menambahkan, jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan, apabila hasil rapid test tidak reaktif.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip rapid test yang disebut sebagai Rapid Diagnosis Test, sebenarnya ditujukan kepada orang yang pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif.
Adapun rapid test yang dilakukan oleh pemerintah tetap menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi. Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif.
Baca juga :
Pedagang Canang Tulari Virus Corona ke Sembilan Orang, Denpasar Catat Pasien Positif Tertinggi
Video Ketut Ismaya dan Franky Hercules Berujung di Polda Bali, Wayan Suyasa Dipanggil Polisi
Upaya ini, disebut sebagai contact tracing.